Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SUNGAI PENUH
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2025/PN Spn ROBIYATUL ADDAWIYAH HASIBUAN 1.Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
2.Kepala Kepolisian Daerah Jambi
3.Kepala Kepolisian Resor Kerinci
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 15 Agu. 2025
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2025/PN Spn
Tanggal Surat Jumat, 15 Agu. 2025
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1ROBIYATUL ADDAWIYAH HASIBUAN
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
2Kepala Kepolisian Daerah Jambi
3Kepala Kepolisian Resor Kerinci
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut :

  1. FAKTA HUKUM
  2. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Pasal 77 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 (hal. 110) yang menyatakan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam KUHAP tentang:
    1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
    2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  3. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini juga diajukan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/ PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi menyatakan Penetapan Status Tersangka menjadi objek dari Praperadilan. Selain itu, dalam putusan perkara nomor 21/PUU-XII/2014 Mahkamah menyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.

.PEMBAHASAN HUKUM

  1. Bahwa pada tanggal 05 Juni 2024 pemohon diadukan oleh Sdr.Bemi Rahwanto dan Sdr Faturahman kepada Termohon III atas dugaan tindak pidana peggelapan dan penipuan berdasarkan laporan Polisi Nomor: LP/B/62/VI/2024/SPKT/Polres Kerinci/Polda Jambi dan laporan Polisi Nomor: LP/B/63/VI/2024/SPKT/Polres Kerinci/Polda Jambi.
  2. Bahwa atas laporan tersebut pemohon di kirimi surat undangan wawancara klarifikasi perkara pada Hari selasa tanggal 06 Agustus 2024 berdasarkan surat perintah peneyelidikan nomor: Sp.lidik/131/VI/Res.1.11./2024 tanggal 20 Juni 2024 dan surat perintah peneyelidikan nomor: Sp.lidik/132/VI/Res.1.11./2024 untuk diminta hadir memberikan keterangan dan menemui penyelidik selaku saksi pada hari senin tangal 13 Agustus 2024 pukul 09.00 Wib di Kantor unit 1 Tipidum polres Kerinci Polda jambi, dan pemohon telah menghadiri undangan tersebut dan pemohon telah menandatangani Berita acara wawancara tanpa membaca berita acara wawancara tersebut.
  3. Bahwa selanjutnya pada tanggal 20 September 2024 pemohon di kirimi undangan untuk mediasi pada hari rabu tangal 25 September 2024 pukul 10.00 Wib di ruang unit pidum sat reskrim polres kerinci, pemohon telah menghadiri undangan itu dan pemohon ketika itu telah membawa uang pemecahan sertifikat untuk dikembalikan pada Sdr Bemi Rahwanto dan Sdr Faturahman tetapi mereka tidak mau menerima uang tersebut justru mereka meminta pengembalian uang pembelian ruko yang mana pemohon tidak pernah menerima uang pembelian ruko tersebut. Uang pembelian ruko tersebut diterima oleh Legiman Armando. Pemohon mengembalikan uang pemecahan sertifikat itu karna Sdr.Bemi Rahwanto dan Sdr.Faturahman tidak kunjung memberikan uang pembeliaan ruko yang dijanjikannya kepada Pemohon, karna mereka yang pemohon sebutkan diatas membeli ruko tersebut kepada Sdr.Legiman Armando, dimana dalam surat pernyataan, Sdr.Legiman Telah mengatakan bahwa Ruko itu bukanlah miliknya dan Mediasi pada tanggal 25 September 2024 itu tidak tercapai.
  4. Bahwa setelah mediasi itu tidak tercapai pada tanggal 25 September 2024 tidak ada lagi undangan atau panggilan dari Polres Kerinci terhadap Pemohon tetapi tiba-tiba satu tahun  kemudian pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 04 Agustus 2025, patut diduga perkara yang dihadapi pemohon telah kadaluarsa karena kelalaian yang dilakukan penyidik Termohon III
  5. Berikutnya bahwa pada tanggal 27 Mei 2025 pemohon dikirim Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang notabennya belum dilakukan pemeriksaan pendahuluan ( Interogasi dan berita acara pemeriksaan, saksi-saksi ) terhadap Pemohon, yang telah dilakukan hanyalah wawancara klarifikasi perkara.
  6. Bahwa pada tanggal 04 Agustus 2025 pemohon dikirim surat panggilan tersangka ke 1 melalui Kantor Pos berdasarkan penetapan tersangka nomor S.Tap/180/VII/Res.1.11/2025/reskrim, tgl 04 Agustus 2025.
  7. Bahwa pada tanggal 08 Agustus 2025 pemohon dikirim surat panggilan tersangka ke 2 melalui ID Express berdasarkan penetapan tersangka nomor S.Tap/180/VII/Res.1.11/2025/reskrim, tgl 04 Agustus 2025.
  8. Bahwa surat yang dikirimkan termaksud pada poin nomor 6 dan 7 diatas tidak pernah diterima pemohon, justru baru diterima oleh penasehat hukum pemohon melalui Whatsapp Termohon III ( Kanit Reskrim Polres Kerinci ) pada tanggal 12 Agustus 2025 pukul 10.16 WIB.
  9. Bahwa Pemohon melalui Kusa hukum lainnya ( IRAWADI USKA, SH, MH dan REKAN) telah menggugat Sdr. Bemi Rahwanto di Pengadilan Negeri Sungai penuh dengan gugatan perbuatan melawan hukum taggal 16 Juli 2025.
  10. Bahwa adanya interpensi dan tekanan dari Penyidik Polres Kerinci yang menangani perkara Pemohon kepada Sdr. MUKTI ARIF selaku Kepala Desa di Desa Koto Periang Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci agar Kepala Desa tidak menanda tangani surat permohonan pemecahan sertifikat Hak Milik Pemohon.
  11. Bahwa berdasrakan asas independensi antara hukum pidana dan perdata, perkara pidana dapat diproses dahulu ( prinsip ultimum remedium tidak berlaku mutlak ), kecuali jika pokok perkara pidana sangat bergantung pada penentuan hak keperdatan, misalnya dalam kasus dugaan penipuan atau penggelapan yang objeknya masih dalam sengketa perdata, dalam hal demikian penyidik penuntut umum atau hakim dapat nenunda pemeriksaan perkara pidana sampai ada putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap ( vide yurisprudensi mahkamah agung  RI dan asas lex specialis derogat legi generali ).
  12. Bahwa pedoman jaksa agung nomor 24 tahun 2021 tidak mengatur secara eksplisit prioritas antara perkara perdata dan pidana namun, dalam praktik penegak hukum mengacu pada asas due process of law dan ke hati-hatian sehingga apabila terdapat sengketa keperdataan. yang nyata dan belum diputus proses pidana dapat ditunda untuk mengindari putusan yang bertentangan.
  13. Bahwa pedoman selanjutnya dapat dilihat pada pasal 33 sampai pasal 38 Perkap nomor 6 tahun 2010.
  14. Bahwa atas penetapan Tersangka terhadap termohon yang mendahuli atas pemberian keterangan saksi, secara fakta penyidik/Termohon III sama sekali tidak pernah mempertimbangkan keterangan bukti dan saksi dari pemohon sebab mulanya dan fakta timbulnya suatu kejadian.
  15. Bahwa dengan tidak lengkapnya dan mengabaikan fakta bukti dalam pemeriksaan berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang disangkakan terhadap Pemohon, sehingganya tindakan Termohon III yang telah menetapkan Pemohon sebagai tersangka telah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/ PUU-XII/2014 dan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena menimbulkan kesewenang-wenangan yang bertentangan dengan prinsip due process of law serta pelanggaran terhadap hak atas kepastian hukum yang adil.
  16. Bahwa selain itu Termohon III juga melanggar ketentuan yang termuat dalam Pasal 14 Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Bahwa terhadap tindakan Termohon III sama sekali belum terlihat adanya Pengawasan dan/atau Pembinaan oleh Termohon I dan Termohon II, sehingga sangat jelas terdapat kelalaian oleh Termohon I dan Termohon II dalam Institusinya.

PENETAPAN TERSANGKA, OLEH TERMOHON III TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

  1. Bahwa Termohon III dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, telah tidak menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan tidak mempertimbangkan dan memperhatikan  serta tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap bukti-bukti dan saksi yang dihadirkan oleh Pemohon.
  2. Bahwa tindakan Termohon III yang menjadikan Pemohon menjadi Tersangka  yang mendahului dari pegambilan keterangan dari pemohon demi hukum adalah suatu tindakan yang tidak sah secara hukum.
  3. Bahwa dengan ditetapkannya seseorang menjadi Tersangka in casu Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in casu  Pemohon telah dirampas.
  4. Bahwa Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka tanpa terlebih dahulu meminta keterangan lebih lanjut dari pemohon, dimana pemohon ditetapkan tersangka pada tanggal tanggal 04 Agustus 2025 berdasakan surat ketetapan Tersangka nomor S.Tap/180/VII/Res.1.11/2025/reskrim.
  5. Disni sudah sangat jelas penetapan Tersangka pemohon tidak lah tepat yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang berbunyi “ Penyidikan adalah serangkaian  tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya ”. Dengan demikian makna dari penyidikan harus terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. Berikutnya bahwa Pasal 1 angka 2 KUHAP melanggar Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena menimbulkan kesewenang-wenangan yang bertentangan dengan prinsip due process of law serta pelanggaran terhadap hak atas kepastian hukum yang adil.  Pasal 1 angka 2 KUHAP dapat diinterpretasikan dan diberi makna bahwa seseorang dapat ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka sebelum adanya penyidikan. Menurut Pemohon, penyidikan bukan merupakan proses pidana yang mengharuskan lahirnya tersangka pada proses akhir. Penyidikan secara tegas memberikan syarat bahwa penetapan tersangka merupakan tahapan lanjutan yang syaratnya hanya dapat dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup. 
  6. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Penetapan Status Tersangka terhadap Pemohon oleh Termohon III dimaksud adalah tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Demikian pula proses penyidikan terhadap Pemohon serta tindakan-tindakan lainnya dalam penyidikan setelah adanya penetapan status Tersangka terhadap diri Pemohon.
  7. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Penentapan Tersangka terhadap Pemohon oleh Termohon III dimaksud adalah tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Demikian pula proses penyidikan terhadap Pemohon serta tindakan-tindakan lainnya dalam penyidikan setelah adanya penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon.                            
  8. Bahwa berdasarkan pendapat Eddy OS Hiariej selaku Guru Besar Hukum Pidana Indonesia dalam bukunya yang berjudul Teori Dan Hukum Pembuktian, untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka, Termohon III haruslah melakukannya berdasarkan “bukti permulaan”. Eddy OS Hiariej kemudian menjelaskan bahwa alat bukti yang dimaksud disini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa ataukah petunjuk. Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa kata-kata ‘bukti permulaan’ dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah Physical  Evidence atau Real Avidence.  Fakta yang dilaukan oleh Termohon III kepada pemohon adalah penetapan Tersangka Pemohon didahului sebelum adanya keterangan yang diminta/diberikan dari pemohon kepada Termohon III.
  9. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas kiranya sudah cukup alasan Pemohon Untuk mengajukan Permohonan agar kiranya dapat menyatakan bahwa Penetapan Tersangka, oleh Termohon III kepada Pemohon adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN dan juga mengangkangi apa yang termuat dalam Putusan  Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/ PUU-XII/2014, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU-XIII/2015 serta Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana .

Pemohonan

Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana Pemohon kemukakan di atas, maka Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Sungai Penuh Cq. Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Permohonan Praperadilan ini untuk menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

  1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya.
  2. Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.
  3. Menyatakan Surat yang menyatakan PEMOHON menjadi Tersangka Tidak Sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya penetapan A-quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.
  4. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon III terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya penetapan A-quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.
  5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon III yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON III ;
  6. Menyatakan tidak sah secara hukum surat-surat berupa Surat Nomor S.Tap/180/VII/Res.1.11/2025/reskrim
  7. Menghukum Termohon I dan Termohon II, untuk melakukan Pembinaan dan bahkan sebisa mungkin untuk memberikan saksi terhadap Termohon III agar lebih Profesional dan tidak lagi melanggar hukum sehingga lebih memperhatikan prosedur hukum dalam melakukan penetapan Tersangka untuk kedepanya.
  8. Menghukum Termohon I, Termohon II, dan Termohon III, secara bersama-sama untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam Perkara a quo.
Pihak Dipublikasikan Ya